Analisa Volumetri


Analisa volumetri merupakan suatu cara pemeriksaan jumlah zat yang didasarkan pada pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan, yang telah diketahui konsentrasinya untuk bereaksi dengan stoikhiometri dengan zat yang ditentukan. Larutan yang digunakan dengan konsentrasi yang telah diketahui dinamakan larutan standart atau larutan baku. Konsentrasi larutan standart ditentukan melalui sebuah proses yang disebut standarisasi atau pembakuan.
Cara yang mudah untuk standarisasi adalah dengan titrasi. Dalam titrasi diperlukan suatu larutan sebagai titran untuk menitrasi suatu larutan baku primer. Titrasi standarisasi harus diusahakan dengan ketelitian sebesar-besarnya.
Setelah larutan standart diperoleh, tahap selanjutnya dari analisa volumetri adalah pembuatan larutan baku primer. Sifat-sifat yang harus dipunyai bahan baku primer antara lain :
1.      Zat tersebut harus murni dan mempunyai rumus molekul yang pasti, tidak mengandung zat pengotor atau pengotornya tidak boleh melebihi 0,01-0,02%.
2.      Zat harus mudah dikeringkan, tidak menyerap H2O atau CO2 dari udara dan mudah ditimbang.
3.      Larutan zat harus stabil.
Bahan baku primer dibuat dengan jalan menimbang zat murni secara teliti, kemudian melarutkan pada labu takar sampai volume tertentu dan konsentrasi yang tertentu pula. Bahan baku primer yang paling sering digunakan untuk asidi-alkalimetri dapat diperoleh dari natrium karbonat kristal (Na2CO3), borax (Na2B4OH.10H2O), natrium oksalat, kalium oksalat dan sebagainya.
Suatu metode titrimetrik untuk analisis didasarkan pada suatu reaksi kimia seperti :
                                    aA + tT → produk
dimana a molekul analit A, bereaksi dengan t molekul regensia T. Reagensia T, yang disebut titran, ditambahkan sedikit demi sedikit biasanya dari dalam buret, dalam bentuk larutan yang konsentrasinya diketahui. Larutan kedua ini disebut larutan standart dan konsentrasinya ditetapkan oleh suatu proses yang disebut standarisasi. Penambahan titran diteruskan sampai telah dimasukkan sejumlah T yang secara kimia setara dengan A. Maka dikatakan telah tercapai titik ekuivalen dari titrasi itu. Untuk mengetahui kapan penambahan titran itu harus dihentikan ahli kimia dapat menggunakan suatu zat, yang disebut indikator yang menanggapi munculnya kelebihan titran dengan perubahan warna. Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat tepat pada titik ekuivalen. Titik dalam titrasi pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir.
Reaksi kimia yang dapat berperan sebagai dasar untuk penetapan titrimetri dengan mudah dapat dikelompokkan dalam empat jenis:




1.      Asam-basa.
Terdapat sejumlah besar asam dan basa yang dapat ditetapkan dengan titrimetri. Jika HA menyatakan asam yang akan ditetapkan dan BOH basanya, reaksinya adalah :
                              HA + OH → A + H2O
                              BOH + H3O+ → B+ + 2H2O
Umumnya titran adalah larutan standart elektrolit kuat, seperti NaOH dan asam klorida.
2.      Oksidasi-reduksi (redoks).
Reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi digunakan secara meluas dalam analisa titrimetri. Misalnya besi dalam keadaan oksidasi +2 dapat dititrasi dengan suatu larutan standar serium(IV) sulfat.
                              Fe2+ + Ce4+ → Fe3+ + Ce3+
Suatu zat pengoksida lain yang digunakan secara meluas sebagai suatu titran adalah kalium permanganat.
3.      Pengendapan.
Pengendapan kation perak dengan anion halogen merupakan prosedur titrimetri yang meluas penggunaannya. Reaksinya adalah :
                              Ag+ + X→ AgX(s)     
Dimana Xdapat berupa klorida, bromida, iodida atau (SCN).
4.      Pembentukan kompleks.
Suatu contoh reaksi dimana terbentuk suatu kompleks stabil antara ion perak dan sianida :
                              Ag+ + 2CN→ Ag(CN)2
Reaksi ini merupakan dasar dari apa yang disebut metode Liebig untuk penetapan sianida.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROSES BASAH DAN KERING PADA SEMEN